Jumat, 03 Februari 2012

Kalau Gagal, Cepatlah Bangkit!

Siang itu (20/11/2011) aku bertemu dengan salah satu guru sekolah minggu, dia adalah seorang laki-laki. Kebetulan kami baru saja selesai menunaikan kewajiban kami mengajar di kelas sekolah minggu. Kami berkumpul di ruang rapat sambil menikmati tahu bakso, donat, dan secangkir teh manis hangat. Karena kami tidak begitu kenal satu sama lain, maka mulailah kami dengan obrolan ringan.

Kak, kamu suka makan donat yah? 
-malu2-
Ehm, bapak kamu penjual donat yah?
-hening-
Btw, muka kamu kok kayak donat? 
-tidak mungkin hening-

Bukan. Bukan ini yang kita omongin.

Seperti biasa, kita membahas tentang hal-hal seputar perkuliahan. Ujung-ujungnya dia bertanya tentang daerah tempat asalku, lalu aku jawab apa adanya kalau aku berasal dari Purworejo. Tiba-tiba dia mengeluarkan statement bahwa dia paling minder sama orang Jawa (Kebetulan dia bukan orang Jawa). Lalu aku bertanya dengan penuh heran: “Kok bisa? Kenapa harus minder sama orang Jawa?” Lalu dia menjawab kalau kebanyakan orang Jawa itu pintar-pintar! Wow, sebagai orang Jawa aku merasa tersanjung, namun di sisi lain aku sadar diri bahwa (mungkin) aku bukan bagian dari “orang Jawa pintar” yang dia maksud. Dia juga bilang ketika ada kerja kelompok di kampus yang anggotanya dominan orang Jawa, dia milih nggak ikutan kumpul kelompok, dia hanya bertanya seperlunya :”Bagian mana saja yang harus aku kerjakan?” Setelah itu dia memilih untuk pergi dari teman-temannya dan mengerjakan tugasnya sendirian di kost. Yuph betul, Sendirian. Begitu pula seterusnya.

Aku bertanya dalam hati, sebenarnya apa sih yang membuat dia menjadi seperti itu? Akhirnya dia bercerita bahwa dia pernah mengalami kegagalan (ternyata kegagalan ini tidak ada hubungannya dengan orang Jawa) dan hal itu sempat membuatnya benci kepada Tuhan. Dia juga mengaku bahwa baru mulai hari itu dia mengikuti kebaktian di gereja, kemarin-kemarinnya dia bolos. Kegagalan yang dia alami memang cukup berat yaitu dia pernah tidak lulus ujian nasional, bukan cuma sekali tapi 2 kali. Hal itu membuat dia berpikir bahwa dia adalah manusia yang paling bodoh dan tak berguna sampai-sampai dia juga bercerita tentang isi doanya saat dia gagal. Ia bilang kepada Tuhan, katanya : “Tuhan, mengapa Engkau tidak mencabut nyawaku saja ketika dulu aku lahir?” dramatis banget kedengarannya. Dia juga mengatakan bahwa dia menjadi lebih sering menangis setelah peristiwa itu. Padahal dia cowo loh. (Lah terus kalau dia cowo emang kenapa? Nggak boleh nangis gitu?)

Saat itu aku hanya bisa terdiam dan merasa bahwa orang yang sedang duduk di depanku ini sepertinya sedang mengalami krisis kepercayaan diri. Dia butuh teman! Teman yang dapat mengembalikan rasa percaya dirinya. Aku hanya bisa bilang ke dia bahwa setiap orang pastinya punya masalah dan pergumulan dalam hidupnya. Sedih boleh, tapi jangan berlarut-larut. Jangan biarkan sesuatu yang TIDAK BISA kita kerjakan mengganggu apa yang BISA kita kerjakan. Ibarat ketika ada kenaikan kelas di sekolah, setiap murid wajib mengerjakan ujian atau tes terlebih dahulu sampai dinyatakan lulus. Setelah itu barulah si murid diperbolehkan untuk naik ke kelas berikutnya. “Begitu juga dengan kita kak.. Jika kita ingin naik tingkat/level yang lebih tinggi, kita harus mampu menyelesaikan persoalan yang sebelumnya. Bisa jadi kegagalan yang pernah kita alami itu adalah penguat kita di masa yang akan datang.” kataku dengan penuh ke-sotoy-an, padahal copy paste kalimatnya Pak Mario Teguh. Hihihi…Ssst, jangan bilang-bilang ya. Setelah khotbahku selesai, kakak itu hanya manggut-manggut saja. Nggak tahu juga, manggut-manggut tanda setuju atau cuma ingin menghargai aku ngomong. :)

Pulang dari gereja, aku renungi kembali cerita tentang si guru sekolah minggu tadi. Meskipun aku tidak bisa merasakan apa yang sedang ia rasakan namun sepertinya ia butuh pengakuan, penerimaan diri, dan pujian dari orang lain untuk mengobati rasa sakit hatinya tentang kegagalan yang pernah ia alami. Pantesan aja di awal obrolan ada yang aneh, dia selalu menonjolkan sisi akademisnya, semacam pamer kepandaian gitu. Dia bilang kalau belajar bisa sampai pagi (jangan bilang kalau mulai belajarnya jam 1 pagi trus selesainya jam 1 pagi lebih 5 menit). Dia juga cerita kalau bersedia ngajarin tugas mata kuliah teman-temannya secara sukarela sampai dibela-belain datang ke rumah temannya itu (waduh kak..itu mah namanya kerja rodi, nggak perlu segitunya juga kali. Masih banyak cara lain yang lebih elegan untuk meningkatkan rasa percaya diri). Dia bilang hampir setiap hari tidak ada waktu luang karena sibuk. Rapat sekolah minggu aja dia sering nggak datang. Tapi 5 menit kemudian dia keceplosan kalau kemarin barusan nonton bola sampai pagi. (Baguss!!) Sering ngomongin hal-hal yang sebenarnya tidak penting untuk dibahas. (Berarti kayak aku gini yah, bikin note yang nggak penting. hehe). Becandaannya terkesan crunchy banget, nggak lucu sama sekali tapi tetep dilucu-lucuin. Kadang aku juga ikut nemenin ketawa, kasian dia udah berusaha menghibur kita tapi kok nggak ada yang ketawa. Aku jadi memaklumi mengapa dia bisa bersikap seperti tadi. Maklum banget. Maaf ya kak, udah ngerasani kakak yang enggak-enggak. Mana jari kelingkingnya? Kita baikan yah…

Kalem-kalem gini, aku sendiri juga pernah gagal. Malah mungkin kegagalan yang aku alami lebih banyak dari dia. Aku pernah gagal masuk SMA favorit, nyesel banget pastinya. Aku juga pernah gagal dan dinyatakan tidak lolos dalam audisi voice paduan suara UKSW padahal udah dibela-belain nari India nggak jelas di kelas koreografi, trus pulang sampai larut malam. Kesalahanku yang paling fatal adalah ketika sesi wawancara. Jawabanku emang rada nyleneh, aku bilang motivasiku ikut audisi yaitu supaya bisa jalan-jalan ke Jepang! Gila nggak tuh, jujur banget! Kadang jujur sama bego itu beda tipis. Kenapa aku bisa jawab gitu, karena kebetulan anggota voice yang lalu sempat tampil di negeri sakura dan aku jadi terobsesi untuk ikut audisinya. Hehehe. Kegagalan yang lainnya yaitu proposal skripsiku ditolak sebanyak 2 kali padahal bikinnya udah madep manteb dan udah yakin banget kalau bakal diterima namun ternyata takdir berkata lain. Cuma gara-gara itu aku sempat mutung dan males ngurusin skripsi, sehingga banyak waktu yang terbuang sia-sia. Kegagalan lain yang bikin miris aku gagal mempunyai postur tubuh yang tinggi. Udah coba minum susu kalsium setiap hari, olahraga loncat-loncat nggak jelas, namun hasil akhir tetap saja nihil. Pertumbuhanku bukannya ke atas tapi malah ke samping. Hks. Dan yang sering bikin aku galau, udah segedhe ini usia juga udah mulai uzur tapi belum juga punya pacar (lagi). Sedih yah..Hehe. Tapi sekali lagi, aku jadi ingat kalimat berikut ini : “Jangan biarkan sesuatu yang TIDAK BISA kita kerjakan mengganggu apa yang BISA kita kerjakan”.

Aku yakin teman-teman yang lainnya pasti juga pernah mengalami kegagalan dalam berbagai hal. Memang, ketika kita sedang mengalami kegagalan, mungkin kita akan merasa kecewa, sedih, down, bahkan bisa membuat diri kita menjadi minder di hadapan orang lain. Namun kuncinya ada pada diri kita sendiri. Jika kita yakin bahwa kegagalan adalah awal dari keberhasilan, maka kita tidak perlu takut apalagi menyalahkan Tuhan. Justru saat-saat seperti itulah kita harus lebih dekat dengan Tuhan agar iman kita dikuatkan. Kita harus percaya bahwa Tuhan selalu menolong tepat pada waktunya dan tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan umatNya.

Dan detik ini juga, aku akui akupun juga pernah minder, pernah kecewa, pernah down, pernah putus asa bahkan sempat kehilangan semangat sampai pada akhirnya banyak waktu yang aku buang dengan sia-sia. Namun seperti judul notes ini : Kalau GAGAL, cepatlah BANGKIT!, saat itulah aku belajar menerima kekalahan-kekalahan kecil demi menanti dan mendapatkan sebuah kemenangan BESAR.

Jangan takut untuk maju,
Jangan takut untuk mencoba lagi,
Jangan takut untuk memulai sesuatu,
Jangan takut untuk mempelajari hal baru,
Jangan takut untuk menjadi pribadi yang berbeda.
Karena tanpa perubahan, berarti hidup kita tidak benar-benar “HIDUP”.


#Berpose dengan salah satu murid sekolah minggu. Kompak yah! :)