Senin, 15 November 2010

Maiya Punya Cerita

Galuh Maya Stephani, adalah nama yang indah yang pernah diberikan ayah & ibuku untuk menyambut kelahiranku. Puji Tuhan sampai sekarang namaku belum juga berubah menjadi Maya Ahmad apalagi Maya Gutawa. Kecuali kalo suamiku kelak bernama Ahmad Dhani atau Erwin Gutawa. Hehe, nggak mungkin banget! Aku lahir dengan selamat pada tanggal 31 Juli 1988 tepatnya pada hari Minggu Kliwon jam 7 malam di tangan seorang bidan bernama Bu Jundi. Kelahiranku ini tidak segampang kelahiran kakakku. Ibuku hampir kehilangan nyawanya karena proses kelahiranku mengalami kalung usus. Kata orang Jawa, kalau bayi lahir kalung usus itu pasti anaknya ”luwes”, entah itu benar atau tidak, aku sendiri tidak begitu mempersoalkannya. Tak sedikit keringat, darah, dan tenaga yang ibu keluarkan demi mendengarkan tangisan pertamaku di dunia ini. Ketika aku masih berada di dalam rahim, ibuku sempat ngidam sulak alias kemoceng yang terbuat dari tali rafia. Pantesan aja ketika aku udah besar, rambutku lebat banget seperti pake wig (rambut palsu)!

Pernah ada pengalaman buruk ketika aku kecil, aku diajak ibuku pergi arisan. Tak sedikit dari teman-teman ibuku yang selalu menjambak rambutku. Mungkin mereka gemes, karena aku gendut dan rambutku juga gendut.

Ngomong-ngomong, namaku ini punya filosofi lho. Penasaran atau tidak yang penting simak aja deh!

Galuh, artinya ratu, cahaya. Nama ini merupakan pemberian dari eyang kakungku, lebih tepatnya ayah dari ayahku. Beliau berharap agar kelak cucunya ini bisa menjadi ”pemimpin” yang bisa menerangi orang lain.

Maya, artinya semu atau tidak nyata. Namun ayahku mempunyai maksud tersendiri ketika memilih nama ini. Dulu ayahku mempunyai seorang keponakan. Kebetulan keponakan ayahku ini mempunyai sahabat dekat bernama Maya. Maya adalah sosok yang cantik dan ramah. Ayah dan ibuku menyukai anak itu, dan mereka berencana ketika suatu hari nanti punya anak perempuan, anak itu akan diberi nama Maya.

Stephani, nama ini diambil dari film luar negeri favorit ibuku yang berjudul Return to Eden. Ibuku menyukai peran si Stephani dalam film tersebut. Kata ibuku, Stephani adalah orang yang baik hati.


Semoga mereka tidak salah memberikan nama ini kepadaku, dan apa yang telah diharapkan dari nama ini kiranya bisa aku wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Amin.


Aku berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tidak kurang tidak lebih. Aku bersyukur memiliki orang tua sebaik mereka. Inilah profil-profil mereka.

Ayahku bernama R. Syatsam Hadi Banter. Ia seorang yang penyayang dan hampir tidak pernah marah. Namun sekali beliau marah, langsung deh mak jleb banget. Sifatnya yang pendiam ternyata diwariskan kepadaku. Beliau dibesarkan dari keluarga mantri dan bidan. Dari kecil, ayahku sudah menekuni dunia musik. Setelah beranjak dewasa, ayahku meniti karir di Jakarta diawali dengan menjadi seorang bartender di sebuah bar. Dulu penampilan ayahku cukup nyentrik. Rambutnya gondrong, celananya cut bray, beberapa kancing kemejanya selalu dibuka sampai pada bagian dada, (mungkin biar keliatan macho kali yah) dan tak lupa ayahku selalu memakai sepatu fantofel yang hak sepatunya manteb banget buat nginjek orang. :P

Dalam bermain musik, ayahku lebih cenderung menyukai permainan organ. Kemudian ayahku mencoba untuk bekerja sama dengan artis-artis dan penyanyi ibukota untuk menjadi pemain musik mereka. Ayahku pernah berbangga diri di depan anak-anaknya bahwa beliau pernah menjadi pemain film layar lebar. Ketika ditanya lebih lanjut, ternyata ayahku cuma berperan sebagai pemain figuran yang tugasnya hanya lalu lalang di depan kamera.

Ayahku juga berkata bahwa Ibu Diana Nasution, mamahnya Ello itu adalah salah satu kerabat dekat beliau di Jakarta. Wah, kenapa dulu ayahku nggak sekalian aja bikin perjanjian buat jodohin aku dengan Ello? Marcello Tahitoe adalah salah satu public figur yang aku kagumi. Selain berparas item manis, aku suka dengan suara dan gayanya yang khas. Sayang, dia sudah ada yang punya.:(


Suatu hari eyangku jatuh sakit. Hal ini memaksa ayahku untuk meninggalkan kota Jakarta demi menemani eyang di Purworejo. Saat itu eyang menginginkan agar ayahku tetap tinggal dan mencari kerja di Purworejo saja. Sebagai seorang anak yang berbakti akhirnya ayahku memenuhi keinginan eyang dan mulai mencari pekerjaan di kota kelahirannya itu. Hingga akhirnya ayahku ”nyasar” bekerja di B**N, yang notabene pekerjaan itu bertolak belakang dengan skill yang dimiliki oleh ayahku. Tapi syukurlah ayahku bisa beradaptasi dan bekerja dengan baik.

Lain halnya dengan kisah ibuku. Ibuku bernama Erna Suparingsih. Dimataku, ibuku adalah seorang pekerja keras yang selalu memberikan wejangan buat anak-anaknya untuk menjadi anak yang mandiri dan tetap dekat dengan Tuhan. Beliau berasal dari keluarga pendeta yang sederhana dan memiliki 11 saudara. Untuk melanjutkan sekolah, ibuku selalu berusaha agar mendapatkan beasiswa. Ibuku termasuk pribadi yang mandiri dan cerdas. Ibuku sudah terbiasa hidup prihatin dari kecil. Pada jaman kuliah, ibuku tak segan-segan berjualan baju dan seprei untuk menambah uang sakunya. Berkat kegigihan ibuku, beliau berhasil diterima dan bekerja di B*I.

Suatu hari ketika burung-burung berkicau, embun pun mulai memudar menyongsong terbitnya fajar. Saat itulah semesta alam mempertemukan (kembali) ayah dan ibuku di kota Jakarta. Padahal sebelumnya mereka sudah saling kenal di kota Purworejo. Setelah mengenal dan memahami lebih dalam, dengan berbekal restu dari orang tua akhirnya mereka saling mengucapkan janji suci pada tanggal 22 Desember 1985 di Gereja Kristen Jawa Purworejo. Kemudian pada tahun 1987 lahirlah kakak perempuanku yang bernama Eva Ratna Syari Rhosa. Rupanya, kakakku ini tidak kalah imut dari aku. (item mutlak maksudnya).

Waktu kecil aku termasuk anak yang tomboy. Aku lebih tertarik bermain pistol-pistolan (yang bisa bunyi dengan lampu warna warni) dan juga game boy (baik itu jenis tetris maupun perang-perangan) ketimbang bermain boneka yang bulunya kadang bikin aku batuk. Dulu aku hanya mempunyai satu buah boneka singa yang besarnya hampir sama seperti aku. Aku mendapatkan boneka itu tidak dengan cuma-cuma. Syarat dan ketentuan berlaku, yaitu aku harus mendapatkan ranking 1 di kelas.


Tokoh superhero favoritku adalah Ksatria Baja Hitam. Saking ngefansnya, aku pernah minta dibeliin oleh ayahku seperangkat kaset, stiker, dan poster edisi khusus Ksatria Baja Hitam. Setiap sore aku juga selalu nonton filmnya yang ditayangkan di RCTI. Suatu hari aku pernah menangis karena aku ketiduran, hal ini membuatku melewatkan aksi jagoanku itu. Aku sempat menyalahkan ayahku karena tidak membangunkan aku pada saat tayangan itu diputar di TV.


Kata Ayahku, aku termasuk anak kecil yang bisa bercerita secara runtut (detail). Hal itu bisa ditangkap ayahku ketika aku sedang memijit beliau. Dulu aku selalu memijit ayahku sambil bercerita mengenai kisah-kisah dongeng yang pernah aku baca sebelumnya dari majalah Bobo. Aku akan marah ketika ayahku tidak mendengarkan ceritaku. Di akhir cerita (sambil mijit), aku selalu memberikan beberapa pertanyaan buat ayahku mengenai nama-nama tokoh dan intisari dari cerita tersebut. Aku cuma ingin ngetes aja apakah ayahku bener-bener memahami ceritaku itu atau enggak. ;)


Maya kecil pernah bercita-cita untuk menjadi seorang perancang busana. Kebetulan salah satu hobiku adalah menggambar.


Ada beberapa gambar yang aku ciptakan, diantaranya adalah gambar desain baju mayoret. Meskipun seumur-umur aku belum pernah menjadi mayoret, tapi aku senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan mayoret. Aku suka dengan asesorisnya, warna bajunya, dan model bajunya yang unik. Terkadang aku juga bermimpi untuk bisa menjadi seorang mayoret. Sampai-sampai aku pernah bilang kepada ayahku untuk dibeliin stick mayoret. Di jogya kami muter-muter, keluar masuk toko olahraga & alat musik hanya untuk berburu stick mayoret, sayangnya nggak dapet-dapet. Namun akhirnya keinginanku kesampaian juga karena kebetulan kakakku adalah mantan seorang mayoret dan aku bisa bermain stick-nya kapan saja dengan cuma-cuma.

Untuk mengasah bakat serta menumbuhkan rasa percaya diriku, orang tuaku tidak segan-segan mengikutkanku dalam berbagai pentas dan perlombaan, seperti menari, menyanyi, dan juga menggambar. Puji Tuhan aku berhasil membawa pulang beberapa penghargaan dari kompetisi tersebut.

Maya kecil akhirnya beranjak menjadi seorang gadis remaja yang lugu, pendiam dan pemalu. Sebenarnya aku sendiri kurang nyaman dengan karakter sifatku yang seperti itu. Saat itu aku sadar akan titik lemahku yang kurang bisa ngomong di depan banyak orang, aku juga cenderung diam jika tidak ada orang yang mendahului bertanya kepadaku. Tapi aku tidak menyerah begitu saja, aku berusaha dan berusaha untuk melawan rasa pemaluku ini dengan cara masuk ke dalam anggota PKS (Polisi Keamanan Sekolah) yang merupakan kegiatan ekstrakurikuler di SMPku. Selain belajar baris berbaris, rambu-rambu lalu lintas, dan cara menjadi PKS yang baik, disitu aku juga belajar bersosialisasi dengan teman sebayaku. Setelah sah menjadi anggota PKS, akhirnya kami para anggota PKS diberi kehormatan untuk memakai seragam PKS lengkap dengan atributnya sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Saat giliran tugasku tiba, aku merasa bangga ketika bisa mengatur jalannya lalu lintas dan membantu teman-teman menyeberang jalan. Dari situlah rasa percaya diriku mulai tumbuh.


Ketika aku duduk di bangku SMA, aku mencoba untuk mengasah talenta yang sudah Tuhan berikan ke aku dengan cara membuat formasi band baru bernama Bumper Band. Personilnya terdiri dari cewek-cewek manis, kecuali aku sendiri. Hehe... Kebetulan aku mendapat jobdesc sebagai vokalis, dan kadang sering tukeran posisi sebagai gitaris rhytm. Para personilnya berasal dari SMA yang berbeda-beda. Namun hal itu tidak menjadi penghalang buat kita untuk selalu tampil kompak dan tetap disiplin dalam latihan. Hingga akhirnya kami terpilih menjadi band pendamping untuk group band yang sudah tidak asing lagi seperti Seventeen dan Shaggy Dog. Kami juga pernah ikut serta dalam memeriahkan HUT kota Purworejo. Pada suatu hari kami mendapat undangan manggung di Gedung Wanita. Aku agak sedikit kaget karena audiencenya adalah anak-anak punk dimana style-nya gothic n pake baju item-item gitu. Mereka juga pake anting, tindik, tato, dan hal-hal yang bernuansa punk. Agak ngeri juga sih, tapi kita tetep mencoba untuk profesional. Kita juga sempat diwawancarai oleh beberapa wartawan. Alhasil, foto kita yang masih jadul n tampak cupu itu pernah dimuat di majalah Tren dan koran Purworejo Pos. (sombong dikit boleh ya, cuma dikit ko. Karena cuma ini yang bisa disombongin).

Tak ada gading yang tak retak, Tak ada manusia yang sempurna. Begitu juga denganku.

Simak 7 fact about Galuh Maya Stephani berikut ini!

1. Kalau lagi bosen n ga ada kerjaan, biasanya suka mainin rambut sendiri, kadang sering dicabut, atau nyariin rambut yang bercabang lalu dibelah jadi dua. Untung cadangan rambutku masih banyak, kalo enggak dah botak ni kepala. Istilah psikologinya adalah trichotillomania. Tapi nggak segitunya juga kali.
2. Kalau tidur suka ngiler.
3. Pernah operasi mata berkali-kali gara-gara bintitan.
4. Kurang tegas n nggak tegaan kalau sama orang. Hal ini justru membawa dampak yang kurang baik buat perkembanganku.
5. Waktu SMP pernah masuk BP berkali-kali gara-gara salah paham dengan kakak kelas.
6. Alergi pake asesoris imitasi yang terbuat dari logam, tembaga, besi, dan sejenisnya. Kalau dilanggar, pasti langsung gatel-gatel semua ni kulit.
7. Waktu SD pernah musuhan ma salah satu teman cowok di kelasku. Nggak tanggung-tanggung bisa bertahan sampai 2 tahun. Hanya karena temen cowokku itu tidak sengaja melempar bola ke arah mataku pada saat main kasti. Seger banget deh rasanya... Syukurlah, sekarang kami sudah baikan, malahan kalau ketemu sering malu-malu gitu. ;p

Sebenarnya nggak cuma 7 doang ketidaksempurnaan yang aku miliki. Lebih banyak dan banyak lagi. Yang jelas ketika terakhir ngecek, saya ini masih normal dan masih melakukan hal-hal yang wajar dan tidak melanggar norma-norma agama. ;p


Yupz, mungkin ini dulu yang bisa aku share-kan kepada teman-teman. Yang lagi deket ma aku atau yang sudah ada rencana buat PDKT ma aku wajib mikir-mikir dulu atas apa yang sudah tertulis diatas. Hehe. Tapi sekali lagi, saya ini masih pengen jadi orang baik walaupun bukan menjadi yang terbaik.

Catatan Seorang Mahasiswi Psikocluk

Berangkat dari keinginan orang tua, akhirnya saya menjadi salah satu mahasiswi fakultas psikologi di UKSW. Sebenarnya keputusan yang saya ambil ini agak sedikit bertentangan dengan hati dan jiwa saya. Saya cenderung menyukai hal-hal yang berhubungan dengan gambar, desain grafis, ketrampilan, kreatifitas, dan juga musik. Tapi apa kata orang tua ketika saya ingin berkuliah di bidang tersebut? Mereka selalu bilang, “Kamu mau jadi apa kalau kuliah di bidang seperti itu? Sekarang cari kerja itu susah dik”.
Oke, saya mengerti. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik buat anak-anaknya. Saya jadi berpikir, ketika saya punya anak nanti, saya tidak akan membatasi hak mereka untuk memilih apa yang mereka sukai, tekuni, dan kuasai. Saya ingin mereka berkembang menjadi diri mereka sendiri tanpa ada paksaan dan tekanan dari siapapun. Terserah pengen jadi apa, yang penting mereka bisa enjoy dengan dunianya.

Pasca tragedy penolakan proposal yang saya alami bulan Maret lalu, akhirnya saya off tidak mengerjakan proposal skripsi selama 7 bulan. Saya mutung!. Off disini bukan berarti tidak memikirkannya, saya justru tersiksa karena setiap hari ketika mau makan, mandi, tidur, dan melakukan aktifitas lainnya, saya selalu kepikiran terus dengan 7 huruf keramat itu. Saya bingung mau nulis apa lagi untuk proposal saya, ada ketakutan juga apabila proposal saya ditolak lagi. Hal itu membuat saya menjadi mengulur-ulur waktu dalam mengajukan proposal ke biro skripsi. Kayaknya skripsi saya ini sangat menyita waktu dan pikiran saya. Udah ngalah-ngalahin mikirin pacaran aja nih. Untunglah saat ini saya belum punya pacar, kalau udah punya pasti saya bisa semakin GILA.


Sampai sekarangpun saya masih belum bergairah untuk mengerjakan skripsi saya. Saya juga heran dengan diri saya sendiri, ketika berkunjung di perpustakaan saya jarang membaca buku-buku referensi. Yang saya baca malah koran harian, majalah motivasi, majalah desain, dan aneka resep makanan. Mau jadi apa saya ini? Beta seng tahu maleo…

Tapi entah kenapa saya mempunyai keyakinan yang kuat bahwa saya pasti bisa menjalani semua ini dengan baik. Saya sangat yakin dengan hal itu.

Akhir-akhir ini saya gemar sekali membeli buku dan kemudian membacanya. Buku tentang apa saja yang sekiranya mengena di hati. Salah satu buku bacaan yang sedang saya gandrungi saat ini adalah bukunya Raditya Dika. Rencananya sih pengen beli semua buku-bukunya, tapi belum ada duit. Saat ini saya baru bisa membeli 2 bukunya yang berjudul kambing jantan dan marmut merah jambu. Kedengarannya buku ini seperti bacaan yang agak bodoh. Yuph, bener banget, ini memang bacaan bodoh karena di dalamnya ada tertulis bahwa buku itu adalah catatan harian pelajar bodoh. Tapi melalui kebodohan-kebodohan yang penulis tularkan kepada saya, saya justru merasa menjadi lebih “pintar” dari sebelumnya. Banyak pelajaran-pelajaran berharga yang saya dapatkan dari kisah hidup seorang Raditya Dika. Kebetulan karakternya yang bodoh, selengekan, pekok, dan apa adanya itu tidak jauh beda dengan kepribadian saya sehari-hari. (Walaupun dalam pergaulan, saya cenderung pendiam dan pemalu. Tapi sebenarnya saya memiliki karakter yang hampir sama dengan si penulis). Dika adalah pribadi yang hebat karena ia berani menyuarakan isi hatinya bahwa ia tidak suka kuliah di bidang finance (Adelaide, Australia), pilihan orang tuanya. Ia hanya ingin bercerita! So Simple! Bercerita tentang banyak hal yang bisa membuat orang lain tertawa, sejenak melupakan kesibukan serta kesedihan mereka.
Melalui bakat dan hobinya menulis cerita di blog, Dika berhasil membukukan blognya tersebut menjadi sebuah novel yang kemudian difilmkan di layar lebar. Sungguh suatu karya yang luar biasa. Dika bisa membuktikan kepada dunia bahwa ia bisa sukses tanpa harus menjadi seorang ahli finance. Dari kisah hidupnya, saya jadi terinspirasi untuk menjadi seorang ‘Raditya Dika’ tanpa harus merubah kepribadian dan karakter saya yang sebenarnya.

Disini saya juga hanya pengen bercerita, bercerita, dan bercerita.Tidak lebih.
Karena dengan bercerita, saya bisa sedikit lega.

Mari bercerita, bercerita tentang apapun yang ingin kita ceritakan. Mengungkapkan apapun yang ingin kita ungkapkan. Mari suarakan hati kita!