Cerita ini pernah aku posting di akun Facebook-ku pada tanggal 15 Desember 2011, pukul 13:14. Cekidoott! :)
14/12/2011. Hari ini aku berangkat dari Salatiga menuju Purworejo sekitar pukul 8.00 WIB. Tadi malam aku mendapat kabar dari ibu bahwa kakak sedang sakit sehingga aku harus cepat-cepat pulang ke rumah untuk menjenguknya. Pagi itu aku diantar temanku menuju ke jalan kemiri raya tempat mangkal bis jurusan Bawen-Ambarawa. Setelah beberapa menit kemudian, bis yang aku tunggu akhirnya datang dan aku segera menaikinya. Di dalam bis aku masih merasa cemas memikirkan keadaan kakakku di rumah, semoga dia baik-baik saja. Aku sedikit terhibur ketika ada seorang pengamen yang menyanyikan lagu-lagunya dengan lumayan apik, sekilas suaranya mirip Sammy Simorangkir. Power suaranya kuat (ya iyalah secara di dalam bis gitu loh, jadi harus keras supaya semua penumpang bisa denger), cuman kurang diperhalus dikit. Tak segan-segan aku merogoh kocek seribu rupiah sebagai tanda apresiasiku untuk dia.
Tibalah aku di terminal Bawen. Di situ aku ganti bis jurusan Magelang-jogya, karena aku mau turun di Magelang. Perjalanan menuju kota Magelang biasa-biasa saja, nothing special…
Terdengar teriakan kondektur : ”Magelang…Magelang…Magelang…” itu tandanya aku sudah sampai di terminal Magelang. Turunlah aku bersama tas punggungku yang berat itu. Aku berjalan menuju tempat di mana biasanya bis Purworejo mangkal. 1 menit berlalu, 5 menit berlalu, bis Purworejo tak kunjung datang. Tiba-tiba ada seorang perempuan bertanya kepadaku, “Mbak mau kemana?” Sekilas aku melihat dia mengenakan baju berwarna pink muda lengan panjang dengan celana hitam panjang, tak satupun tas atau barang bawaan yang dibawa. “Mau ke Purworejo mbak!”, jawabku. Kemudian aku balik nanya,”Mbaknya mau kemana?” Lalu dengan segera dia menjawabku, “Mau ke Kutoarjo mbak…itu bis Kutoarjo bukan?” kata mbaknya sambil menunjuk ke arah bis yang bukan jurusan Kutoarjo. Kemudian aku kasih tahu kalau itu bukan bis jurusan Kutoarjo. Aku bilang, kebetulan Purworejo dan Kutoarjo itu dekat jadi nanti mbaknya bisa naik bis bareng saya. Aku merasa ada kejanggalan dengan dirinya, dia pergi sepertinya tidak tahu arah dan tidak hafal daerah situ. Kemudian ditambah lagi karena dia tidak membawa barang sedikitpun. Aku lihat dengan ekor mataku, dia tampak gelisah dan cemas. Kayak orang bingung.
Kemudian dia bertanya kepadaku, “Mbak, kalau naik bis nggak bayar kira-kira dimarahin nggak yah?”
“Hmm, pengen jawaban bohong ato jujur?Hayo..hayo..” untungnya aku nggak jawab model guyon beginian.
“Ya pastinya dimarahin mbak!” aku menjawab dengan sedikit tertawa.
“Aku mau naik bis tapi nggak punya ongkos mbak” jawabnya memelas.
Karena penasaran, aku iseng bertanya kepadanya : ”Emang mbaknya habis dari mana?”
DAN KALIAN TAHU JAWABANNYA APA?
“Aku dari Rumah Sakit Jiwa mbak…Aku barusan kabur dari sana!” jawabnya pede banget.
“Oww, dari Rumah Sakit Jiwa.” Jawabku POLOS seperti tidak ada apa-apa. (padahal dalam hati udah deg-degan setengah mampus).
Kira-kira jika situasi yang sedang aku hadapi saat itu menjadi salah satu pertanyaan di mata pelajaran PPkn (PKn), apakah yang akan teman-teman lakukan?
a.) Langsung meninggalkannya karena takut
b.) Pergi ke kantor polisi untuk melaporkannya
c.) Menghubungi Rumah Sakit Jiwa terdekat dan mengembalikannya
e.) Mencoba untuk menolongnya
Akhirnya aku memilih jawaban E. Sebagai mahasiswa Psikologi aku merasa mempunyai tanggung jawab dan panggilan untuk menolongnya. Paling enggak aku ingin membuatnya sedikit tenang dan nyaman. Walaupun aku juga kurang tahu bagaimana caranya. Karena teori-teori Psikologi yang aku pelajari kebanyakan cuma aku hafalkan ketika akan Tes Semester saja. Hehe…
Tapi aku harus menolongnya! Dia juga manusia yang punya hati dan perasaan, sama seperti kita.
Dari kejauhan aku melihat bis jurusan Kutoarjo lalu dengan penuh keyakinan aku memegang bahunya dan menuntunnya masuk ke dalam bis itu kemudian kami memilih tempat duduk 2 kursi dan disitulah kami mulai mengobrol lebih dalam. Hasil obrolan yang aku dapatkan dari beliau adalah Dia berusia 17 tahun. Dia 6 bersaudara. Dia masih duduk di bangku SMA kelas 2. Katanya dia sempat bekerja menjadi SPG di Mangga Dua. Dia sendiri bingung kenapa dia bisa dimasukan ke Rumah Sakit Jiwa, intinya dia tidak merasa gila. Dia kabur dari Rumah Sakit Jiwa karena sudah tidak tahan lagi. Setiap hari disiksa, ditampar, digebukin, dan disuruh minum obat, sampai perutnya sakit. (Wah, kalau kayak gini caranya pasien RSJnya nggak sembuh-sembuh nih. Yang ada jiwanya semakin terganggu). Dia juga bilang kalau dokter dan perawatnya judes-judes. Dia ingin pulang ke tempat asalnya yaitu Cipari (hmm, sebentar…Cipari itu mana yah? Mungkin temannya Cimahi, Cibaduyut, dan Cici yang lainnya kali yah?).
Oiya, aku juga sempat bertanya bagaimana kejadian awal mula dia bisa masuk ke RSJ? Dia bilang kalau siang-siang pas sedang istirahat tiba-tiba ada mobil mewah jemput ke rumah lalu membawanya pergi ke RSJ. (Btw aku jadi mikir, sepertinya nggak semua informasi yang dia berikan bener-bener akurat deh. Jadi saat itu aku udah siap untuk dikibulin. Hehe. Namun sorotan matanya mengatakan bahwa dia jujur dan cerita apa adanya. Tampangnya juga nggak seperti orang gila, kelihatan normal-normal aja) Setelah aku korek-korek lagi ternyata sebelumnya dia juga pernah dirawat di RSJ selama 3 bulan namun setelah itu dia dijemput bapaknya untuk pulang. Kalau yang sekarang ini dia masih 2 minggu berada di RSJ dan tidak ada satu orangpun yang menjenguk, jadi dia memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Aku sempat menanyakan kepadanya apakah ada nomor telpon orangtua atau saudara yang bisa dihubungi? Tapi sayangnya dia tidak hafal nomornya. Lagi seru-serunya ngobrol tiba-tiba ada penjual asongan menghampiri kami. “Mbaknya udah sarapan?” tanyaku kepadanya. Aku mencoba menawarkan makanan dan minuman, tapi sepertinya dia sungkan kepadaku. Namun saat aku menawarkan lagi, dia bilang dia ingin minum. Lalu aku meminta dia untuk memilih minuman yang dia suka. Rupanya hari itu pedagang asongan sedang mujur karena mbaknya memilih minuman isotonik pengganti ion tubuh. Kemudian dia membuka minumannya dan dalam hitungan detik minuman itu habis sudah. Wah, kayaknya mbaknya haus banget yak…Hehe. Secara, habis lari dan lompat pagar RSJ gitu loh. Aku ikut seneng, dia tampak mendingan dari sebelumnya.
Tiba saatnya si kondektur menariki ongkos para penumpangnya. Dengan cemas mbaknya bertanya lagi kepadaku, “Mbak, kalau enggak bayar gimana yah? Dimarahin nggak yah?”
“Yaelah mbak…udah tenang aja ntar aku bayarin” gayaku menenangkan mbaknya. Untung aja di dompet masih ada sisa uang saku.
“Makasih ya mbak…” jawabnya sambil tersenyum.
Akhirnya sang kondektur pun datang dan aku berkata, “ 2 orang Pak… Kutoarjo” sambil mengeluarkan 1 lembar uang berwarna hijau.
“Mbaknya mau ke Kutoarjo juga?” tanyanya kepadaku.
Lalu aku jawab, “Iya mbak, sekalian mau nganterin mbaknya ke stasiun… biar nanti mbaknya nggak bingung disana. Kebetulan Purworejo-Kutoarjo kan deket.”
“Makasih ya mbak…jadi ngrepotin mbaknya. Mbaknya iklas kan mbak?” ucapnya masih ragu.
“Iklas mbak…” jawabku dengan mantab sambil menganggukkan kepala.
Saat itu aku hanya berpikir, seandainya aku berada di posisinya dia saat itu pasti aku butuh banget pertolongan dari orang lain. Aku hanya ingin meringankan bebannya walaupun nggak seberapa.
Akhirnya kami tiba di kota Kutoarjo. Kami berdua turun di jalan dekat daerah stasiun. Kebetulan bisnya tidak bisa melewati stasiun jadi kita harus jalan kaki terlebih dahulu. Kemudian aku menggandengnya dan mengajaknya untuk berjalan di trotoar yang berada di sepanjang ruko-ruko supaya kami tidak tersengat teriknya matahari.
Dalam perjalanan dia bertanya, “Mbak, mana stasiunnya? Mbaknya nggak nipu kan?”
Oh mai gat, aku agak tertohok mendengar kata-kata itu. Heran, emang tampangku ada muka-muka penipu gitu yah? Ckckck…Tapi aku bisa memakluminya karena kondisinya saat itu sedang tidak stabil jadi bawanya curigaan mulu ma orang. Hehe…
Dengan sabar aku menjelaskan, “Bentar lagi juga nyampe kok mbak, sekarang kita jalan lurus lalu ntar belok kanan. Nah stasiunnya itu di sekitar situ mbak.”
“Oww, gitu yah. Oiya, itu udah ada rel kereta apinya” sahutnya.
(Fiuh, akhirnya mbaknya bisa percaya ma aku. Legaaa…)“Itu mbak, ada lambang stasiunnya tu mbak…kita udah hampir nyampe stasiun”. Lalu aku menuntunnya untuk menyeberang jalan.
Jam menunjukkan pukul 12.30 WIB, sampailah kita ke stasiun. Tapi sayang sekali loketnya masih tutup dan baru buka lagi jam 13.00 WIB. Akhirnya kami menunggu setengah jam di ruang tunggu sampai loketnya dibuka. Saat itu aku hanya bisa berdoa semoga uangku bisa cukup untuk beli tiket kereta jurusan Cipari dan ongkos buat aku pulang ke Purworejo. Aku tidak ingin keberadaanku disitu sia-sia. Untung ada satpam baik yang kasih banyak petunjuk kepadaku. Sepertinya daritadi satpamnya emang udah ngliatin aku clingak clinguk nggak jelas, udah gitu aku antri di loket yang salah lagi! Wajarlah, trial and error itu pasti selalu ada dalam setiap pengalaman. Haiyahh…
Setelah sekian lama menunggu antrian akhirnya giliranku tiba.
Aku langsung bilang sama mbak petugas tiketnya, “Mbak tiket kereta jurusan Cipari ada?”
“Hmm, sebentar yah…” kata mbak petugas tiket sambil mengoperasikan komputernya.
“Ada mbak. Untuk berapa orang?” sahutnya.
“Untuk 1 orang mbak!” kataku sambil setengah kegirangan karena ternyata tiketnya masih ada. Setengahnya lagi aku masih deg-degan menunggu mbaknya mengatakan harga tiket Cipari. Dalam hati aku memohon kepada Tuhan, Please God semoga uangku bisa cukup. Please…
“24 mbak…” tiba-tiba suara mbak petugas tiketnya melenyapkan kekhawatiranku.
Spontan aku kegirangan di depan loket, sampai-sampai ada mbah-mbah jilbaban yang ikutan ketawa liat aksi norakku di stasiun.
“24 ribu yah mbak, ni mbak…” kataku sambil mengulurkan uang 50rb an ke dalam lubang loket.
Tak lama setelah itu mbak petugas tiket mengulurkan tiket jurusan Cipari beserta kembaliannya. Puji Tuhan, akhirnya aku bisa bernafas lega.
Kemudian aku bergegas pergi menuju ke arah mbaknya yang tadi. Mbak yang ingin sekali pulang ke Cipari bertemu sanak saudaranya.
“Mbak ini tiket untuk ke Cipari dan ini sangu buat mbaknya, sebentar lagi keretanya datang jam setengah 2. Mbaknya nanti langsung masuk aja yah, aku pamit pulang dulu karena mau jenguk saudara yang sakit.” kataku sambil memberikan tiket dan sisa uang kembalian yang aku dapat dari petugas tiket tadi.
“Makasih ya mbak,,,aku jadi banyak ngrepotin mbak. Kapan-kapan ketemu lagi ya mbak” ucapnya sambil berkaca-kaca. Kami juga sempat cupika cupiki layaknya orang yang sudah lama kenal.
(Lagu You Raise Me Up nya Josh Groban sepertinya cocok untuk mengiringi perpisahan kami di stasiun Kutoarjo)
Jadi ngerasa kayak reality show… tapi yang ini beda. Ini adalah reality tanpa show. Hehe…
“Ya udah, mbaknya hati-hati di jalan yah, aku pergi dulu. Dadah…” aku melambaikan tanganku dan bergegas pergi meninggalkan stasiun itu.
Dalam perjalanan pulang, entah kenapa aku bisa merasakan haru yang cukup dalam.
Aku bersyukur semuanya dapat berjalan dengan lancar.
Aku pulang dengan selamat dan bisa bertemu kembali dengan keluarga.
Salah satu hal yang menjadi pedomanku saat itu adalah Hukum Kasih yang tercantum dalam alkitab, (Matius 22 : 36) yaitu :
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.