Kamis, 11 April 2013

Melukis tanpa Perfeksionis

Salah satu obsesiku adalah menjadi seorang pelukis. Sebenarnya aku belum begitu paham tentang teknik-teknik melukis, namun dengan penuh percaya diri aku yakin kalau aku ini punya bakat melukis walaupun cuma 0,00001 %. Hehehe. Langkah pertama, aku menyiapkan alat dan bahan untuk melukis antara lain : kanvas, kuas (dengan berbagai ukuran), cat acrylic, palet lukis, air bersih, pensil, dan penghapus. Dan satu hal lagi yang tak kalah penting untuk segera disiapkan : mental untuk tidak takut salah! Berhubung aku ini tipe orang yang perfeksionis, jadi kalau ada detail-detail yang salah sedikit aja, rasanya gimana gitu.. bisa bete sendiri. Intinya aku sering takut salah, eh jadinya salah beneran deh. Oke, lanjut ke topik sebelumnya. Setelah itu aku gambar sketsanya menggunakan pensil, sebenarnya nggak harus pake pensil sih tapi bisa juga dengan cat warna kuning supaya hasilnya lebih bagus. Maklum, saat itu aku belum tahu tekniknya. Nah beginilah teman-teman awal mulanya aku bikin sketsa untuk lukisanku. (lihat step 1) 


step 1

Kemudian setelah itu, aku mulai menyapukan warna menggunakan cat acrylic. Awalnya aku bikin nuansa hitam putih, gini nih hasilnya. (lihat step 2). Namun setelah aku pikir-pikir, "Ini mah anak TK aja juga bisa!" aku kembali gundah gulana, merasa masih banyak kekurangan disana sini. Kata salah satu temanku, "Kepalanya kegedhean!" Hal itu semakin membuatku yakin bahwa lukisan ini memang harus diperbaiki. Segera!

step 2
Beberapa hari kemudian, aku mampir ke sebuah rumah singgah salah seorang pelukis di Salatiga. Tempatnya ada di jalan Sukowati. Di sana aku memberanikan diri untuk berkenalan, kebetulan orang yang dimaksud sedang menikmati hasil lukisannya. Beliau adalah seorang laki-laki yang nyentrik, rambutnya panjang dibiarkan terurai, tatapannya tajam, ia tampak nyaman dengan celana batik panjang beserta kaos oblongnya. Aku langsung mikir : "Ini bapak siapanya Sujiwo Tedjo sih? Mirip banget sumpah!" 
Setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatanganku di sana, aku diajak melihat hasil karyanya yang cukup banyak itu. Dengan penuh rendah hati, bapaknya bilang : "Lukisan saya mah jelek-jelek, lucu-lucu!" Padahal beuuhh lukisan-lukisannya oke punya. Top markotob deh. Jadi terinspirasi buat memperbaiki lukisanku yang "lucu" itu. Menurut pengakuan kembarannya Sujiwo Tedjo, melukis itu idenya datang secara spontan, langsung dari imajinasi dan setiap lukisannya mempunyai makna filosofi tersendiri. 

Btw, kalau lukisanku ini makna filosofinya apa yah? Hmm, sebenarnya lukisanku ini menceritakan tentang pengalaman seorang aku yang "besar kepala" kebetulan gambar kepalanya juga besar, sedang mencoba memainkan biolanya yang sudah lama tidak terpakai. Ada tersirat sikap keragu-raguan disana. Karena itu tadi, aku sering takut untuk melakukan kesalahan. Semakin sering takut, semakin banyak salah. Jadi memang harus berani salah untuk menjadi lebih baik. 

Oke, pulang dari sana aku langsung kembali mengerjakan lukisanku. Aku nggak mau ambil pusing, nggak mau takut salah lagi, yang penting berani aja, hajar aja, pede aja dalam memberi warna. Aku pilih warna biru, merah, abu-abu, dan hitam untuk memberi nyawa pada lukisanku itu. Tarraaa...dan hasilnya selangkah lebih unyu dari yang sebelumnya. (lihat step 3) Paling enggak, dalam eksperimen kali ini aku sudah berani salah untuk menjadi lebih baik.

 
step 3




My Dream's (part 5)

1. Punya galeri lukisan pribadi
2. Punya gitar akustik elektrik
3. Pake behel (kawat gigi)
4. Bisa maen piano, plus punya piano buat latihan di rumah
5. Kalau udah pinter maen piano, pengen ngiringin kebaktian di gereja
6. Punya 1 rak buku khusus buku-buku psikologi, lengkap
7. Punya topi yang tulisannya : TRUST ME, I'M WRITER!
8. Punya usaha sendiri, semacam kedai kopi, atau angkringan gaul
9. Wedding Party ala negeri dongeng.

Analogi Cinta - By Maya

Minuman malam ini : Hot Chocolate Hazelnut. Rasanya terlalu manis namun lama-lama pahit. Seperti cinta sesaat. Manis di awal, selanjutnya udah bisa ditebak. SAKIT!!
Pagi ini coklat buatanku disemutin, semutnya banyak, aku jadi ragu untuk memakannya. Seperti sebuah PDKT yang manis namun saingannya banyak, jadi ragu untuk melanjutkannya.
Sepatu bututku ini awalnya masih bagus dan cantik. Lama-lama menjadi renta dan jelek. Seperti hubungan yang tidak dijaga dengan baik : tidak ada cinta, tidak ada respek.

Untuk memperjelas penglihatan, mataku membutuhkan kacamata silindris. Seperti orang yang sedang jatuh hati, ia membutuhkan sudut pandang yang berbeda agar tetap realistis. 

Kecewa dengan jasa laundry di dekat kost. Seragamku jadi luntur dan membekas. Seperti hati yang pernah dikecewakan, sakitnya masih membekas.
Menikmati burger sisa tadi malam. Rasanya hambar, seperti cinta lama yang belum kelar.
Corn cups yang baru saja aku beli ini rasanya manis dan masih hangat. Seperti senyumanmu kala itu.

Sarapan pagi ini kebanyakan makan sambal, sakit perut deh. Seperti cinta yang kebanyakan termakan gombal, sakit hati deh.
Kopi malam ini, Hitam. Seperti langit yang sedang ku pandangi ditemani rindu yang mendalam. 

Ini buku favoritku. Meskipun sudah selesai dibaca, tapi aku masih saja membacanya berulang kali. Seperti jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang sama, tidak pernah bosan sama sekali.

Setelah punya BB baru, aku jadi jarang menyentuh HPku yang lama. Seperti menemukan cinta yang baru, cepat atau lambat bisa membantu melupakan cinta lama. 

Hujan selalu datang dan pergi secara tiba-tiba. Ada yang mengharapkannya, ada pula yang tidak. Seperti perasaan cinta yang datang tiba-tiba, tergantung bagaimana orang itu meresponnya. 

1 kata untuk kamar kostku : Berantakan! Seperti aku kalau nggak ada kamu. #Eaaaaa

Banyak makanan enak, tapi perut tidak bisa menampungnya karena sudah kenyang. Seperti cinta yang dipaksakan, meskipun terlihat indah, namun hati tetap tidak bisa menerimanya.