Setiap anak yang terlahir di dunia tidak bisa memilih dari keluarga mana dia dibesarkan. Apakah dari sebuah keluarga yang kaya raya atau keluarga yang kurang beruntung. Apakah dari keluarga yang harmonis atau dari keluarga yang broken home? Semua itu sudah diatur oleh Yang Diatas.
Setiap anak yang terlahir di dunia tidak bisa memilih rangkaian kata apa saja yang digunakan untuk menamai dirinya sendiri. Semua sudah diatur oleh pihak keluarga masing-masing. Dulu saat aku kecil, aku bertanya-tanya kenapa namaku Galuh Maya Stephani? Kenapa bukan Kotaro Minami? Dia kan keren, kuat, dan seorang pahlawan. Kebetulan saat itu aku ngefans banget sama tokoh superhero tersebut. Mereka yang memberikan nama untukku pasti sudah mempunyai maksud dan sejuta harapan supaya ketika aku besar nanti, kelak aku bisa menjadi anak yang seperti ratu-berjiwa pemimpin (Galuh), dapat bersinar menjadi terang bagi orang lain (Maya), dan memiliki karakter yang baik hati (Stephani).
Setiap anak yang terlahir di dunia tidak bisa memilih dari orangtua mana dia dilahirkan. Si anak tidak bisa memilih, ingin punya papa seperti Albert Einstein, atau punya mama seperti Lady Diana. Ketika aku lahir ke dunia, aku juga tidak bisa memilih dari orangtua mana atau tipikal orangtua yang seperti apa dalam mendidik anak-anaknya. Yang aku tahu, aku memiliki kedua orang tua yang sangat menyayangiku. Walaupun terkadang, ada beberapa hal dan value yang bertolak belakang dengan apa yang aku yakini.
Ayahku seorang seniman dimana ketika aku mulai tertarik di dunia musik dan menggambar, beliau selalu menjadi mentor yang setia dan memfasilitasi segala keperluan yang aku butuhkan.
Seperti ketika aku akan mengikuti lomba menyanyi, ayahku menyulap kamarnya menjadi panggung musik, lengkap dengan sound system, mic, keyboard, organ, gitar, dan nggak tanggung-tanggung panggung pentasnya adalah tempat tidur kuno milik ayah, yang terbuat dari tiang-tiang besi nan kokoh. Setiap tiangnya beliau lengkapi dengan hiasan lampu warna warni ala 17 agustus-an. Haha, supaya terkesan seperti panggung musik beneran. Hampir setiap malam beliau menyuruhku untuk berlatih menyanyi dan merekam suaraku ke dalam sebuah kaset. Sampai sekarang rekaman itu masih ada. Sering aku putar kembali. Lucu juga ternyata suaraku saat masih kecil.
Ayahku juga mengajariku untuk belajar bermain organ dan keyboard. Sayangnya saat itu aku kurang tertarik, aku lebih memilih untuk belajar bermain gitar dan biola.
Pada saat aku akan mengikuti lomba menggambar, ayahku juga membelikan berbagai macam crayon, pensil warna, cat air, penggaris bentuk, dan buku gambar. Beliau pintar menggambar, hasil karyanya oke punya, sehingga aku termotivasi untuk bisa berkarya seperti ayah.
Sedangkan ibuku adalah seorang wanita karir yang cukup perfeksionis, dimana segala sesuatunya harus perfect! Waktunya banyak tersita di kantor. Aku sering berandai-andai kapan ibuku bisa cuti / libur lama, supaya bisa menemani hari-hariku belajar dan bermain di rumah. Walaupun sibuk, ibuku sangat menyayangi anak-anaknya. Beliau paling parno kalau anak-anaknya sakit atau kenapa-kenapa. Mungkin karena merasa kurang banyak waktu untuk mengontrol anak-anaknya, beliau menjadi sosok ibu yang suka parno, khawatiran, dan posesif. Mau belajar motor aja nggak dibolehin. Maen sepatu roda di malam hari juga sering ditegur, karena takut kalau anaknya terjatuh. Please, trust me Mom! I'm fine. Okey?
Oiya, disamping itu aku punya 1 saudara kandung yang sangat aku kasihi. Namanya Eva Ratna Syari Rhosa. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan : Mb. Ai (dari kata Syari, berhubung aku dulunya masih celat jadi bisanya ngomong Ai. Hehee..). Dari kecil sampai dewasa ini, kami jarang sekali berantem. Sampai-sampai banyak yang ingin tahu apa rahasianya supaya tetap akur dan kompak seperti kami. Hohoho. Padahal sebenarnya nggak ada rahasianya sama sekali. :)
Yah, begitulah singkat cerita tentang keluargaku yang unik.
Bagiku, keluarga adalah rumah...,
Tempat untuk pulang...,
Tempat untuk kembali dimana ketika diluar sana tidak ada tempat senyaman di rumah...,
Tempat untuk kita kembali dari sebuah perjalanan yang panjang dan mungkin melelahkan...,
I Love u... Ibuk, Papah, Mb. Ai.
Ayahku seorang seniman dimana ketika aku mulai tertarik di dunia musik dan menggambar, beliau selalu menjadi mentor yang setia dan memfasilitasi segala keperluan yang aku butuhkan.
Seperti ketika aku akan mengikuti lomba menyanyi, ayahku menyulap kamarnya menjadi panggung musik, lengkap dengan sound system, mic, keyboard, organ, gitar, dan nggak tanggung-tanggung panggung pentasnya adalah tempat tidur kuno milik ayah, yang terbuat dari tiang-tiang besi nan kokoh. Setiap tiangnya beliau lengkapi dengan hiasan lampu warna warni ala 17 agustus-an. Haha, supaya terkesan seperti panggung musik beneran. Hampir setiap malam beliau menyuruhku untuk berlatih menyanyi dan merekam suaraku ke dalam sebuah kaset. Sampai sekarang rekaman itu masih ada. Sering aku putar kembali. Lucu juga ternyata suaraku saat masih kecil.
Ayahku juga mengajariku untuk belajar bermain organ dan keyboard. Sayangnya saat itu aku kurang tertarik, aku lebih memilih untuk belajar bermain gitar dan biola.
Pada saat aku akan mengikuti lomba menggambar, ayahku juga membelikan berbagai macam crayon, pensil warna, cat air, penggaris bentuk, dan buku gambar. Beliau pintar menggambar, hasil karyanya oke punya, sehingga aku termotivasi untuk bisa berkarya seperti ayah.
Sedangkan ibuku adalah seorang wanita karir yang cukup perfeksionis, dimana segala sesuatunya harus perfect! Waktunya banyak tersita di kantor. Aku sering berandai-andai kapan ibuku bisa cuti / libur lama, supaya bisa menemani hari-hariku belajar dan bermain di rumah. Walaupun sibuk, ibuku sangat menyayangi anak-anaknya. Beliau paling parno kalau anak-anaknya sakit atau kenapa-kenapa. Mungkin karena merasa kurang banyak waktu untuk mengontrol anak-anaknya, beliau menjadi sosok ibu yang suka parno, khawatiran, dan posesif. Mau belajar motor aja nggak dibolehin. Maen sepatu roda di malam hari juga sering ditegur, karena takut kalau anaknya terjatuh. Please, trust me Mom! I'm fine. Okey?
Oiya, disamping itu aku punya 1 saudara kandung yang sangat aku kasihi. Namanya Eva Ratna Syari Rhosa. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan : Mb. Ai (dari kata Syari, berhubung aku dulunya masih celat jadi bisanya ngomong Ai. Hehee..). Dari kecil sampai dewasa ini, kami jarang sekali berantem. Sampai-sampai banyak yang ingin tahu apa rahasianya supaya tetap akur dan kompak seperti kami. Hohoho. Padahal sebenarnya nggak ada rahasianya sama sekali. :)
Yah, begitulah singkat cerita tentang keluargaku yang unik.
Bagiku, keluarga adalah rumah...,
Tempat untuk pulang...,
Tempat untuk kembali dimana ketika diluar sana tidak ada tempat senyaman di rumah...,
Tempat untuk kita kembali dari sebuah perjalanan yang panjang dan mungkin melelahkan...,
I Love u... Ibuk, Papah, Mb. Ai.