Senin, 08 Oktober 2012

Lacto Ovo Vegetarian

Kira-kira apakah ada keterkaitan antara novel perahu kertas, acara sekolah minggu, dosen favorit, dan berkunjung ke rumah pakdhe?

Sepertinya tidak. 

Namun, bagiku ternyata iya. Aku bilang keempat hal tersebut saling berkaitan dalam mengubah mindsetku terhadap pola makanku selama ini. 

Berawal dari ketertarikanku dengan sebuah novel yang berjudul Perahu Kertas karya Dewi Lestari. Isinya sangat kaya akan seni, cinta kasih, persahabatan, dan kesetiaan. Aku sampai bertanya-tanya dalam hati, kok bisa yah penulisnya bikin cerita se-keren & se-unik ini? kira-kira makanannya apa yah? Kedengarannya agak nggak nyambung sih, memang. Karena penasaran, kemudian aku search di google dengan kata kunci Dewi Lestari, setelah itu aku baca profilnya, terus ujung-ujungnya aku dapet deh alamat blognya. Aku baca tulisan-tulisan Dewi disitu. Wow, inspiring banget! Dan akhirnya aku menemukan fakta bahwa ia adalah seorang vegetarian!  

Minggu lalu, di gerejaku ada acara pembinaan guru sekolah minggu. Kebetulan dalam kepanitiaan, aku menjadi seksi konsumsinya. Ada salah satu kakak sekolah mingguku bertanya kepadaku tentang menu yang akan disajikan pada hari H nya. Aku jawab aja kalau menunya ayam goreng tepung. Ternyata dia memberikan pernyataan bahwa dia nggak bisa makan ayam, bukan karena dia alergi ayam melainkan karena dia adalah seorang vegetarian! 

Di fakultas psikologi, aku mempunyai dosen favorit.  Sebut saja Mr. A. Pembawaannya yang tenang dan ramah membuatku semakin mengaguminya. Hampir setiap pagi beliau selalu sarapan pagi di warung burjo belakang kampus. Kenapa nggak di warung makan yang lainnya saja? tentunya akan lebih banyak variasi makanan disana. Ternyata kebiasaan Mr. A mengkonsumsi bubur kacang ijo tak lain dan tak bukan karena beliau adalah seorang vegetarian!

Ditambah lagi, 1 bulan yang lalu aku berkunjung ke rumah pakdhe yang ada di Jogya. Kebetulan pakdheku ini juga seorang vegetarian! Aku salut karena beliau sangat hati-hati dalam menjaga kesehatannya. 

Wah kenapa yah akhir-akhir ini aku merasa akrab banget sama yang namanya “vegetarian”?
Karena penasaran, aku langsung cari tahu informasi tentang vegetarian. Ternyata vegetarian ada banyak jenisnya, teman-teman bisa membacanya disini. 

Setelah dipikir-pikir dan tanpa bermaksud untuk ikut-ikutan, akhirnya aku memilih untuk mencoba menjadi seorang Lacto Ovo Vegetarian.  Hal ini aku lakukan atas nama kesehatan. Tipe diet vegetarian jenis ini merupakan jenis yang paling aman karena kebutuhan protein tubuh, yaitu asam amino esensial bisa diperoleh dari telur, susu, dan turunan produk susu. Jadi meskipun tidak mengkonsumsi daging-dagingan, diet ini masih boleh mengkonsumsi telur dan susu. Setelah membaca dari beberapa sumber, ada banyak manfaat menjadi vegetarian, antara lain dapat mengurangi resiko kolesterol tinggi, jantung koroner, asam urat, hipertensi, diabetes, dan kanker. Penyakit-penyakit ini biasanya dipicu oleh pola makan tinggi lemak hewani.


Menjadi vegetarian itu butuh proses
Pengalaman pertama menerapkan hal ini masih terasa canggung dan aneh, mungkin karena belum terbiasa. Seperti halnya ketika sedang memesan Cap Cay.

Aku yang dulu : “Pak, ayamnya yang banyak yah!”

Aku yang sekarang :”Pak, capcaynya nggak usah pake ayam, bakso, sama sosis ya Pak. Pokoknya sayuran aja”.  

Kedengarannya konyol sekali dan sok-sokan banget! Hahaha. Sok kuat nggak makan ayam padahal ayam termasuk makanan favoritku sejak kecil. 

Pernah juga ketika sedang membeli lutis buah, aku pesan supaya bumbunya jangan pake terasi. Disitu ada banyak bumbu lutis yang udah dikemas di dalam plastik, tinggal ambil aja biar cepet. Namun berhubung bumbunya mengandung terasi semua, jadi bapaknya berbaik hati untuk membuatkannya kembali, tanpa terasi. Special for me… Thankyu Pak! :)

Sekedar kilas balik aja, dulu sewaktu aku masih kecil aku paling anti terhadap sayuran. Kalau makan sayuran pasti langsung muntah. Orangtuaku dan pembantu di rumah sering menyiasatinya dengan menyembunyikan sayuran itu didalam nasi ketika akan nyuapin aku. Meskipun akunya nggak tahu, namun lidahku sangat tahu. Langsung aja deh reflek, makanannya aku lepeh semua. Sayang kan… ?
Udah agak besar dikit, aku sering dimarahin orang tua karena tetep nggak mau makan sayur. Untung aku suka minum susu jadi asupan vitaminnya bisa sedikit tertolong. Orangtuaku pernah bilang bahwa aku harus bisa belajar makan sayur. “Bagaimana nantinya kalau kamu sedang bertamu di rumah orang, terus disuruh makan dan ternyata yang ada cuma sayuran aja? Mau nggak mau kamu harus makan sayuran itu. Kalau nggak mau makan, berarti kamu sama aja nggak menghargai mereka”. Kurang lebih seperti itulah nasehat dari orang tuaku. Waduh, tantangan besar buat aku nih. :(

Sedikit demi sedikit aku berusaha menunjukkan ke orangtuaku kalau aku mampu makan sayuran meskipun saat itu rasanya pengen muntah. Terutama kalau sama daun seledri. Huft… mau nelan aja rasanya susah banget. Mataku sampai berair, keringat dingin muncul seketika. Aneh ya. Aku sendiri juga heran.

Dewasa ini, aku sudah lumayan banyak mencoba mengkonsumsi berbagai jenis sayuran yang dulunya menjadi momok buat aku. Malahan sekarang sok-sokan pengen jadi Lacto Ovo Vegetarian. Ini masih tahap percobaan lho ya, belum sampai selamanya. Meskipun begitu, tetap ada niatan serius untuk bisa melanjutkannya. 

Kalender duduk yang terdapat di kamarku langsung aku beri tanda huruf “V” di setiap tanggalnya ketika aku berhasil melalui hari itu tanpa mengkonsumsi makanan yang bernyawa alias daging-dagingan. Rasanya puas banget ketika bisa mengendalikan diri sendiri, ketika bisa menerima dan mengikhlaskan bahwa menu yang ada di piring saat ini, tampilannya tak seperti dulu lagi. Secara tidak langsung, aku juga bisa belajar lebih menghargai dan mensyukuri apa yang aku makan.

Di sisi lain, ada perasaan seneng ketika bisa membantu mengurangi pemanasan global yang meresahkan penduduk bumi. Menurut sumber terpercaya, industri peternakan menjadi salah satu penyebab pemanasan global di bumi dan juga menyumbang polusi yang cukup banyak, khususnya polusi udara. Selain pemanasan dan polusi yang dihasilkan dalam industri, polusi juga dihasilkan dari proses pembuatan makanan bagi hewan.
Logikanya, jika orang-orang di dunia ini mengkonsumsi banyak daging-dagingan, maka nilai permintaan pun akan semakin banyak, hal itu berimbas kepada nilai produksinya yang secara otomatis akan semakin banyak pula. Nah kalau tingkat produksinya semakin banyak maka pemanasan dan polusinya pun akan semakin luas. 

Terlepas dari hal itu, aku juga ingin menyinggung sedikit tentang maraknya penggunaan kantong plastik yang sering kita temui di pasar dan supermarket. Hal ini juga dapat memicu pemanasan global. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melenyapkan plastik-plastik yang penggunaannya sudah overload itu. Untuk meminimalisir global warming, setiap belanja di pasar, kita tidak perlu meminta plastik kepada si penjual tetapi kita bisa membawanya dengan menggunakan tas yang sudah dipersiapkan dari rumah. Jika barangnya sedikit, mungkin kita bisa langsung membawanya dengan tangan. Itu akan jauh lebih baik.

Intinya, setiap orang pasti mempunyai cara tersendiri untuk menyelamatkan dirinya dan  juga buminya. Begitu pula denganku.


Bagaimana denganmu? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar