Kira-kira apakah ada keterkaitan antara novel perahu kertas,
acara sekolah minggu, dosen favorit, dan berkunjung ke rumah pakdhe?
Sepertinya tidak.
Namun, bagiku ternyata iya.
Aku bilang keempat hal tersebut saling berkaitan dalam mengubah mindsetku terhadap pola makanku selama
ini.
Berawal dari ketertarikanku dengan sebuah novel yang
berjudul Perahu Kertas karya Dewi Lestari. Isinya sangat kaya akan seni, cinta
kasih, persahabatan, dan kesetiaan. Aku sampai bertanya-tanya dalam hati, kok
bisa yah penulisnya bikin cerita se-keren & se-unik ini? kira-kira makanannya
apa yah? Kedengarannya agak nggak nyambung sih, memang. Karena penasaran,
kemudian aku search di google dengan
kata kunci Dewi Lestari, setelah itu aku baca profilnya, terus ujung-ujungnya aku
dapet deh alamat blognya. Aku baca tulisan-tulisan Dewi disitu. Wow, inspiring banget! Dan akhirnya aku
menemukan fakta bahwa ia adalah seorang vegetarian!
Minggu lalu, di gerejaku ada acara pembinaan guru sekolah
minggu. Kebetulan dalam kepanitiaan, aku menjadi seksi konsumsinya. Ada salah satu kakak
sekolah mingguku bertanya kepadaku tentang menu yang akan disajikan pada hari H
nya. Aku jawab aja kalau menunya ayam goreng tepung. Ternyata dia memberikan
pernyataan bahwa dia nggak bisa makan ayam, bukan karena dia alergi ayam
melainkan karena dia adalah seorang vegetarian!
Di fakultas psikologi, aku mempunyai dosen favorit. Sebut saja Mr. A. Pembawaannya yang tenang
dan ramah membuatku semakin mengaguminya. Hampir setiap pagi beliau selalu
sarapan pagi di warung burjo belakang kampus. Kenapa nggak di warung makan yang
lainnya saja? tentunya akan lebih banyak variasi makanan disana. Ternyata
kebiasaan Mr. A mengkonsumsi bubur kacang ijo tak lain dan tak bukan karena
beliau adalah seorang vegetarian!
Ditambah lagi, 1 bulan yang lalu aku berkunjung ke rumah
pakdhe yang ada di Jogya. Kebetulan pakdheku ini juga seorang vegetarian! Aku
salut karena beliau sangat hati-hati dalam menjaga kesehatannya.
Wah kenapa yah akhir-akhir ini aku merasa akrab banget sama
yang namanya “vegetarian”?
Karena penasaran, aku langsung cari tahu informasi tentang
vegetarian. Ternyata vegetarian ada banyak jenisnya, teman-teman bisa
membacanya disini.
Setelah dipikir-pikir dan tanpa bermaksud untuk ikut-ikutan,
akhirnya aku memilih untuk mencoba menjadi seorang Lacto Ovo Vegetarian. Hal ini aku lakukan atas nama kesehatan. Tipe
diet vegetarian jenis ini merupakan jenis yang paling aman karena kebutuhan
protein tubuh, yaitu asam amino esensial bisa diperoleh dari telur, susu, dan
turunan produk susu. Jadi meskipun tidak mengkonsumsi daging-dagingan, diet ini
masih boleh mengkonsumsi telur dan susu. Setelah membaca dari beberapa sumber, ada
banyak manfaat menjadi vegetarian, antara lain dapat mengurangi resiko kolesterol
tinggi, jantung koroner, asam urat, hipertensi, diabetes, dan kanker.
Penyakit-penyakit ini biasanya dipicu oleh pola makan tinggi lemak hewani.
Menjadi vegetarian itu butuh proses
Pengalaman pertama menerapkan hal ini masih terasa canggung
dan aneh, mungkin karena belum terbiasa. Seperti halnya ketika sedang memesan
Cap Cay.
Aku yang dulu : “Pak, ayamnya yang banyak yah!”
Aku yang sekarang :”Pak, capcaynya nggak usah pake ayam,
bakso, sama sosis ya Pak. Pokoknya sayuran aja”.
Kedengarannya konyol sekali dan sok-sokan banget! Hahaha.
Sok kuat nggak makan ayam padahal ayam termasuk makanan favoritku sejak kecil.
Pernah juga ketika sedang membeli lutis buah, aku pesan
supaya bumbunya jangan pake terasi. Disitu ada banyak bumbu lutis yang udah
dikemas di dalam plastik, tinggal ambil aja biar cepet. Namun berhubung
bumbunya mengandung terasi semua, jadi bapaknya berbaik hati untuk
membuatkannya kembali, tanpa terasi. Special
for me… Thankyu Pak! :)
Sekedar kilas balik aja, dulu sewaktu aku masih kecil aku
paling anti terhadap sayuran. Kalau makan sayuran pasti langsung muntah.
Orangtuaku dan pembantu di rumah sering menyiasatinya dengan menyembunyikan
sayuran itu didalam nasi ketika akan nyuapin aku. Meskipun akunya nggak tahu,
namun lidahku sangat tahu. Langsung aja deh reflek, makanannya aku lepeh semua.
Sayang kan… ?
Udah agak besar dikit, aku sering dimarahin orang tua karena
tetep nggak mau makan sayur. Untung aku suka minum susu jadi asupan vitaminnya
bisa sedikit tertolong. Orangtuaku pernah bilang bahwa aku harus bisa belajar makan
sayur. “Bagaimana nantinya kalau kamu sedang bertamu di rumah orang, terus
disuruh makan dan ternyata yang ada cuma sayuran aja? Mau nggak mau kamu harus
makan sayuran itu. Kalau nggak mau makan, berarti kamu sama aja nggak
menghargai mereka”. Kurang lebih seperti itulah nasehat dari orang tuaku. Waduh,
tantangan besar buat aku nih. :(
Sedikit demi sedikit aku berusaha menunjukkan ke orangtuaku
kalau aku mampu makan sayuran meskipun saat itu rasanya pengen muntah. Terutama
kalau sama daun seledri. Huft… mau nelan aja rasanya susah banget. Mataku
sampai berair, keringat dingin muncul seketika. Aneh ya. Aku sendiri juga
heran.
Dewasa ini, aku sudah lumayan banyak mencoba mengkonsumsi
berbagai jenis sayuran yang dulunya menjadi momok buat aku. Malahan sekarang
sok-sokan pengen jadi Lacto Ovo Vegetarian. Ini masih tahap percobaan lho ya,
belum sampai selamanya. Meskipun begitu, tetap ada niatan serius untuk bisa
melanjutkannya.
Kalender duduk yang terdapat di kamarku langsung aku beri
tanda huruf “V” di setiap tanggalnya ketika aku berhasil melalui hari itu tanpa
mengkonsumsi makanan yang bernyawa alias daging-dagingan. Rasanya puas banget
ketika bisa mengendalikan diri sendiri, ketika bisa menerima dan mengikhlaskan bahwa menu yang ada di piring saat ini, tampilannya
tak seperti dulu lagi. Secara tidak langsung, aku juga bisa belajar lebih menghargai dan mensyukuri apa yang aku makan.
Di sisi lain, ada perasaan seneng ketika bisa membantu
mengurangi pemanasan global yang meresahkan penduduk bumi. Menurut sumber
terpercaya, industri peternakan menjadi salah satu penyebab pemanasan global di
bumi dan juga menyumbang polusi yang cukup banyak, khususnya polusi udara.
Selain pemanasan dan polusi yang dihasilkan dalam industri, polusi juga
dihasilkan dari proses pembuatan makanan bagi hewan.
Logikanya, jika orang-orang di dunia ini mengkonsumsi banyak
daging-dagingan, maka nilai permintaan pun akan semakin banyak, hal itu berimbas kepada nilai produksinya yang secara otomatis akan semakin banyak pula. Nah kalau tingkat produksinya
semakin banyak maka pemanasan dan polusinya pun akan semakin luas.
Terlepas dari hal itu, aku juga ingin menyinggung sedikit tentang
maraknya penggunaan kantong plastik yang sering kita temui di pasar dan
supermarket. Hal ini juga dapat memicu pemanasan global. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk melenyapkan plastik-plastik yang penggunaannya sudah overload itu. Untuk meminimalisir global warming, setiap belanja di pasar, kita
tidak perlu meminta plastik kepada si penjual tetapi kita bisa membawanya
dengan menggunakan tas yang sudah dipersiapkan dari rumah. Jika barangnya
sedikit, mungkin kita bisa langsung membawanya dengan tangan. Itu akan jauh
lebih baik.
Intinya, setiap orang pasti mempunyai cara tersendiri untuk
menyelamatkan dirinya dan juga buminya. Begitu pula denganku.
Bagaimana denganmu? :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar